-->

Notification

×

Kategori Berita

CARI BERITA

Iklan

Iklan


Iklan






Pahitnya Hidup di Negeri Lancang Kuning

| Wednesday, November 23, 2022 WIB | Last Updated 2022-12-03T09:43:45Z

Feature - Di bawah jembatan nan begitu indah ia tertidur lelap yang yang mana kardus bekas lagi kotor menjadi menjadi kasur bagi anak berumur dibawah usia remaja itu Putra namanya (bukan nama asli), terkadang tetesan air hujan dan embun membasahi wajahnya ketika ia terlelap, yang mana kardus menjadi dinding serta jembatan menjadi atapnya, karung dan besi bengkok kecil disampingnya itu menjadi andalan untuk mencari nafkah agar bisa bertahan hidup seperti orang lain pada umumnya.

Sebelum matahari terbit dari arah timur ia sudah terbangun lalu pergi membawa karung dan besi kecil nan bengkok untuk mencari nafkah, tanpa ada kata sarapan yang terpikir didalam benaknya, dengan kata lain ia hanya makan 1 (satu) kali dalam sehari itu pun kalau ada rezeki yang ia dapatkan, akan tetapi ia lebih sering tidak makan dalam sehari karena karung yang ia tenteng terkadang tidak terisi dengan barang bekas karena banyaknya pemulung yang ada di Negeri lancang Kuning ini.

"Pemulung di sini banyak, saya pun terkadang dapat sampahan sedikit",Ujarnya

Dengan keringat yang mengalir bagaikan air sungai, dengan pakaian yang koyak lagi  kotor ia terus berjalan dibawah panasnya matahari dengan membawa karung yang berpasangan dengan besi bengkok menjadi andalannya, namun demikian ia tidak pernah merasa putus asa karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah SWT.

Waktu demi waktu terus ia jalani dengan membawa karung dan besi bengkok tersebut dari pagi hingga sorenya, tanpa ada bangku pendidikan yang ia duduki semua ia jalani hanya pada tempat pembuangan sampah dan jalan raya.

Dibawah jembatan yang sering dilalui kendaraan ini memunculkan sebuah irama yang begitu indah ditambah lagi dengan angin yang sepoi-sepoi menjadi tempat peristirahatan yang tiap malamnya dijalani oleh anak sekecil itu dengan kardus yang ia jadikan sebagai dinding, yang tiap malamnya ia bersahabat dengan nyamuk yang telah begitu akrab dengan anak tersebut, kardus yang ia cari terkadang dijadikannya untuk melindungi dari air hujan dan tidak untuk dijual.

Pada dasarnya anak tersebut merupakan generasi untuk indonesia kedepannya, kalau begini selamanya apalah jadi negeri kita ini yang kaya dengan hasil alam hanya diisi oleh orang-orang yang berpendidikan rendah bahkan tidak memiliki pendidikan sama sekali, hal ini tentu mejadi suatu negeri yang gelap akan pendidikan dan menjadi sasaran utama bagi orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi untuk dijadikan sebagai sasaran utama karena mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Meskipun dalam undang-undang dasar 1945 pasal 34 ayat 1 menyebutkan” pakir miskin dan Anak terlantar dipelihara oleh negara”, namun kalau kita lihat pada saat ini apakah pasal pada Undang-Undang tersebut dipandang oleh pemerintah kita sendiri?.

Dengan demikian kita dapat melihat sendiri pada kenyataan saat ini bahwa banyaknya anak-anak yang masih hidup dibawah kolong jembatan dan didepan pintu ruko, hal ini menjadi suatu permasalahan yang cukup besar yang tidak ada solusi dari pemerintah setempat, kalau kita lihat kembali pada beberapa waktu lalu pengemis dan anak terlantar selalu di anggap sepeleh padaha undang-undang telah ada tentang anak terlantar dan pakir miskin Tertidur lelap tanpa sehelai selimut pun menjadi kebiasaanya.

Ditulis Oleh Pajri Pengembara